MAKALAH PERILAKU MENYIMPANG
SOSIOLOGI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua,
sehingga berkat karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang :
PERILAKU MENYIMPANG
Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak
lupa mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan yang lebih
luas bagi pembacanya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
terdapat kelebihan dan kekurangannya sehingga kami mengharap kritik dan saran
yang dapat memperbaiki untuk penulisan makalah selanjutnya.
Terima kasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulis
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian
Perilaku Menyimpang
2. Ciri-ciri
Perilaku Menyimpang
3. Faktor-faktor
Penyebab Perilaku Menyimpang
4. Bentuk-bentuk
Perilaku Menyimpang
5. Contoh Perilaku
Menyimpang
6. Usaha Untuk
Menanggulangi Perilaku Menyimpang
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perilaku Menyimpang
Pada saat ini bangsa Indonesia telah dihadapkan dengan
berbagai permasalahan yang sangat kompleks baik secara internal maupun
eksternal, barangkali dapat kita bayangkan seandainya bangsa ini dipimpin oleh
generasi muda atau anak bangsa yang bodoh, malas, tidak bermoral, dan sifat
yang tidak terpuji, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang terbelakang, jauh
tertinggal dari negara-negara lainnya.
Anak didik dipandang sebagai generasi yang belum matang dan
dewasa. Untuk itu perlu dibina dan dididik secara mental sehingga watak anak
didik dapat berkembang dengan baik. Sesuai dengan yang diharapkan menurut
psikologi Prof. Slamet Santoso “Pembinaan watak adalah tugas utama pendidikan”
berupa pikiran dan tindakan yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang
terlihat setiap harinya, dengan kata lain watak yang baik adalah cermin dari
sikap dan perilaku yang menunjang tinggi nilai-nilai mental. Sebagai pengganti
generasi tua, dan penerima estafet kepemimpinan dimasa datang, para siswa perlu
dibina dan dididik karena masa depan bangsa ini ditentukan oleh sejauh mana
kualitas para generasinya, baik secara moral maupun keprofesionalannya dalam
memimpin bangsa ini pada suatu saat ini.
Adapun yang berkepedulian di dalam membina dan mendidik
generasi muda adalah keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah. Yang jelas
didalam membina anak didik harus dilakukan secara terpadu dan seirama. Sehingga
pendidikan / pembinaan yang dialami oleh anak didik di lingkungan keluarga,
juga harus sama dengan yang dialami oleh sekolah dan masyarakat.
Tidak ada orang yang menginginkan putra-putrinya menjadi
orang yang bodoh, jahat, tidak bermoral dan berwatak tidak baik. Semua orang
tua, masyarakat dan pemerintah menginginkan agar para generasi muda mempunyai
akhlak yang baik, bermoral, berwatak yang baik, dan pintar. Dengan kata lain
antara Imtaq dan Iptek harus seimbang.
Jika terjadi ketimpangan berperilaku maka upaya pembinaan
anak didik akan sia-sia. Kenyataan saat ini menunjukkan betapa banyaknya para
siswa yang terlibat dalam tingkah laku menyimpang. Watak siswa/siswi saat ini
sangat berbeda dengan generasi muda sebelumnya, umumnya generasi sekarang
bersifat santai, kurang mandiri, kurang ulet, bersifat (lebih mudah
terpengaruh), emosional serta kurangnya rasa nasionalisme, hal ini dapat kita
lihat dari kecendrungan setiap hari baik pelajar maupun pemuda yang kerap
melakukan kebrutalan.
Jika kita membaca dan mendengar berita dari berbagai media
masa baik cetak maupun elektronik, tidak jarang kita dengar dan lihat berbagai
macam kasus kekerasan yang dilakukan oleh siswa / siswi terhadap sesamanya.
Masyarakat sekitar, orang tua dan gurunya sendiri. Antara lain perkelahian.
Kesemuanya diakibatkan semakin lemahnya pengawasan orang tua, guru, dan
masuyarakat. Akibat kesibukan, ketidaktahuan atau mungkin ketidak pedulian
terhadap kegiatan yang dilakukan oleh anak didik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang penulis paparkan pada pendahuluan
diatas, maka pada makalah ini penulis akan membahas tentang:
a) Pengertian
perilaku menyimpang
b) Ciri-ciri
perilaku menyimpang
c) Faktor-fator
penyebab perilaku menyimpang
d) Bentuk-bentuk
Perilaku Menyimpang
e) Contoh Perilaku
Menyimpang
f) Usaha Untuk
Menanggulangi Perilaku Menyimpang
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perilaku Menyimpang
Apakah perilaku menyimpang itu? Istilah penyimpangan
perilaku sering digunakan pada istilah gangguan emosional (emotional
disturbance) dan ketidakmampuan penyesuaian diri (maladjusment) dengan berbagai bentuk variasinya.Perilaku menyimpang
adalah perilaku yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut
pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian
daripada makhluk sosial. Ada beberapa sudut tinjauan mengenai faktor penyebab
perilaku menyimpang. Menurut tinjauan secara biologis, retardasi mental adalah
penyimpangan perilaku yang semata-mata disebabkan oleh faktor biologis,
termasuk faktor gen dan unsur kimiawi-fisik. Psikodinamik memandang konflik emosional yang berhubungan dengan kepuasan mengenai
dorongan instintif yang menimbulkan frustasi.
Karakteristik gangguan emosional diantaranya sebagai
berikut:
a.
Ketidakmampuan belajar yang tidak dapat
dijelaskan faktor intelektual, sensori atau kesehatan
b.
Ketidakmampuan mengembangkan hubungan
interpersonal dengan teman sebaya atau guru-guru di sekolah
c.
Ketidaktepatan perilaku atau perasaan senantiasa
dalam keadaan terganggu (feeling under normal circumtances)
d.
Kecenderungan mengembangkan simptom-simptom
fisik, lelah dan ketidakmampuan penyesuain diri.
Berdasarkan orientasi kebutuhan pendidikan khusus, maka
penyimpangan perilaku didefinisikan sebagai perilaku yang menunjukan
karakteristik:
a.
Membutuhkan guru yang mempunyai kemampuan khusus
atau berbeda dengan standar normalitas
b.
Gangguan fungsional terhadap diri sendiri maupun
terhadap orang lain. Karakteristik perilaku tersebut dimanifestasikan sebagai
konflik lingkungan dan atau gangguan prilaku.
James Vander Zender berpendapat bahwa perilaku menyimpang
merupakan perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan diluar batas-batas
toleransi oleh sejumlah besar orang.
Bruce J. Cohen berpendapat bahwa perilaku menyimpang adalah
setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak
masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
Perilaku menyimpang dapat didefinisakan sebagai suatu
perilaku menyimpang yang diekspresikan oleh seorang atau beberapa orang
kelompok masyarakat yang secara disadari, tidak menyesuaikan diri dengan norma
yang berlaku dan telah diterima oleh sebagaian besar masyarakat.
a.
Robert M.Z Lawang(dalam pengantar sosiologi,
1980) berpendapat bahwa penyimpangan adalah tindakan yang menyimpang dari
norma-norma yang berlaku dalam suatu system sosial dan menimbulkan usaha dari
pihak berwenang untk memperbaiki perilaku yang menyimpang atu abnormal
tersebut.
b.
Kartini kartono(dalam patologi sosial jilid 1,
2005) berpendapat bahwa penyimpangan merupakan tingkah laku yang menyimpang
dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata dari rakyat
kebanyakan.
Tingkah laku seseorang dapat dikatakan menyimpang bilamana
tingkah laku tersebut dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain dan
juga melanggar aturan-aturan, nilai-nilai, dan norma-norma, baik norma agama,
norma hukum, norma adat. Tingkah laku menyimpang dapat terjadi dimana-mana, dan
kapan saja, baik di sekolah, dalam keluarga maupun dalam kehidupan di
masyarakat.
Mengenai masalah tingkah laku menyimpang dewasa ini sudah
menjadi program pemerintah untuk menanggulanginya. Hal ini sudah terbukti sejak
tahun 1971. Pemerintah telah menaruh perhatian yang serius dengan
dikeluarkannya bakolak Inpres No. 6 / 1971 pedoman 8, tentang Penanggulangan
tingkah laku menyimpang pada anak didik. Didalam pedoman ini diungkapkan
mengenai pengertian tingkah laku, perbuatan atau tindakan yang bersifat
asosial, bahkan anti sosial yang melanggar norma sosial, agama, serta ketentuan
hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Menurut Dr. Kusumanto “Tingkah laku menyimpang” adalah
tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum
yang dianggap sebagai akseptabel dan baik oleh suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu
masyarakat yang berkebudayaan.
Secara sosiologi menurut Dr. Fuad Hassan “Tingkah laku
menyimpang” adalah perbuatan atau kelakuan anti sosial dan anti normatif.
Dari beberapa defenisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
“tingkah laku menyimpang” adalah suatu tindakan perbuatan yang bertentangan
dengan hukum, agama, dan norma-norma masyarakat sehingga akibatnya dapat
merugikan orang lain, mengganggu ketentuan umum dan juga merusak dirinya
sendiri.
B. Ciri-ciri Perilaku Menyimpang
Menurut Paul B. Horton, penyimpangan sosial memiliki enam
ciri sebagai berikut.
a.
Penyimpangan harus dapat didefinisikan
Tidak ada satupun perbuatan yang begitu saja dinilai
menyimpang. Suatu perbuatan dikatakan menyimpang jika memang didefinisikan
sebagai menyimpang. Perilaku menyim[pangn bukannlah semata-mata ciri tindakan
yang dilakukan ornag, melainkan akibat dari adanya peraturan dan penerapan
sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap perilaku tersebut. Singkatnya,
penilaian menyimpang tidaknya suatu perilaku harus berdasarkan kriteria
tertentu dan diketahui penyebabnya.
b.
Penyimpangan bisa diterima atau bisa juga
ditolak
Perilaku menyimpang tidak selalu merupakan hal yang negatif.
Ada beberapa penimpangan yang diterima bahkan dipuji dan dihormati, seperti
orang jenius yang mengemukakan pendapat-pendapat baru yang kadang-kadang
bertentangan dengan pendapat umum atau pahlawan ang gagah berani dan sering
terlibat peperangan. Sedangkan perampokan, pembunuhan terhadap etnis tertentu,
dan menyebarkan teror dengan bom atau gas beracun, termasuk dalam penyimpangan
yang ditolak dalam masyarakat.
c.
Penyimpangan relatif dan penimpangan mutlak
Pada kebanyakan masyarakat modern, tidak ada seorang pun
yang msuk kategori sepenuhnya penurut (konformis) ataupun sepenuhnya
penyimpang. Alasannya, orang yang termasuk kedua kategori ini justru akan
mengalami kesulitan dalam kehidupannya. Oleh sebab itu, pada dasarnya semua
orang normal pun sesekali pernah melakukan tindakan menyimpang, tetapi pada
batas-batas tertentu yang bersifat relative untuk setiap orang. Perbedaannya
hanya pada frekuensi dan kadar penyimpangannya saja. Orang yang tadinya
penyimpang mutlak lambat laun juga harus berkompromi dengan lingkungannya.
d.
Penyimpangan terhadap budaya nyata atau budaya
ideal
Budaya ideal di sini
adalah segenap peraturan hukum yang erlaku dalam suatu kelompok masyarakat.
Tetapi dalam kenyataannya, tidak ada seorangpun yang patuh terhadap segenap
peraturan resmi tersebut. Antara budaya nyata dengan budaya ideal selalu
terjadi kesenjangan. Artinya, peraturan yang telah menjadi pengatahuan umum
dalam kenyataan kehidupan sehari-hari cenderung banyak dilanggar.
e.
Terdapat norma-norma penghindaran dalam
penyimpangan
Apabila pada suatu masyarakat terdapat nilai atau norma yang
melarang suatu perbuatan yang ingin sekali diperbuat oleh banyak orang, maka
akan muncul “norma-norma penghindaran”. Norma penghindaran adalah pola
perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka tanpa harus
menentang nilai-nilai tata kelakuan secara terbuka. Jadi, norma-norma
penghindaran merupakan suatu bentuk penyimpanganperilaku yang bersifat setengah
melembaga (semi- institutitionalized).
f.
Penyimpangan sosial bersifat adaptif
(menyesuaikan)
Penyimpangan sosial tidak selalu menjadi ancaman karena
kadang-kadang dapat dianggap sebagai alat pemelihara stabilitas sosial. Di satu
pihak, masyarakat memerlukan keteraturan dan kepatian dalam kehidupan. Kita
harus mengetahui, sampai batas tertentu, perilaku apa yang kita harapkan dari
orang lain, apa yang orang lain inginkan dari kita, serta wujud masyarakat
seperti apa yang pantas bagi sosialisasi anggotanya. Di lain pihak, perilaku
menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan
perubahan sosial. Tanpa suatu perilaku menyimpang, penyesuaia budaya terhadap
perubahan kebutuhan dan keadaan akan menjadi sulit. Tidak ada masyarakat yang
mampu bertahan dalam kondisi statis untuk jangka waktu lama. Masyarakat yang
terisolasi sekalipun akan mengalami perubahan. Perubahan ini mengharuskan
banyak orang untuk menerapkan norma-norma baru.
C. Faktor-faktor Penyebab Penyimpangan Perilaku
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab penyimpangan
perilaku dapat diklasifikasikan atas dua kategori, yaitu: (a) kondisi biologis
(hereditas, kerusakan otak, dan diet), dan (b) kondisi psikologis.
1.
Kondisi Biologis
a.
Faktor hereditas. Hasil-hasil penelitian
mengungkapkan bahwa karakteristik anak dapat dipengaruhi oleh faktor genetic yang bersifat bawaan dari
orang tua. Penelitian eksperimen juga telah didesain mengenai efek nature dan
nurture pada penyesuaian diri. Hasilnya menunjukan bahwa faktor hereditas
memberikan kontribusi terhadap penyimpangan perilaku (Lahey & Ciminero,
1980).
b.
Kerusakan otak (brain disorder). Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
·
Penyimpangan perilaku serius, khususnya
infantile autism, berhubungan dengan kerusakan otak (brain disorder)
·
Hiperaktivitas, disebabkan oleh berbagi faktor,
salah satu diantara faktor-faktor itu adalah karena kerusakan otak.
·
Tidak semua perilaku menyimpang disebabkan oleh
kerusakan otak, bahkan anak yang mengalami gangguan otak belum tentu mengalami
perilaku menyimpang.
c.
Diet atau keadaan nutrisi. Hasil penelitian
Lahey & Cimiero (1980), menunjukkan bahwa kekurangan nutrisi tidak hanya
menyebabkan terjadinya retarnasi fisik dan mental, tetapi juga menjadi penyebab
terjadinyaperilaku menyimpang.
2.
Kondisi Psikologis
Kondisi psikologis dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan
perilaku. Kondisi-kondisi tersebut dapat bersumber dari lingkungan keluarga,
lingkungan masyarakat atau faktor yang bersumber dari individu sendiri seperti
stres. Beberapa faktor penyebab perilaku menyimpang yang bersumber dari
lingkungan keluarga seperti perceraian
orang tua, ketidakhadiran orang tua, konflik orang tua, penyimpangan perilaku
orang tua (psikotik, antisosial, sikap bermusuhan, penyelahgunaan obat, sikap
tidak konsisten).
Stres merujuk pada situasi dimana seseorang mengalami
kesenjangan antara kebutuhan dan tuntutan lingkungan. Faktor fisiologis, sosial
maupun psikologis merupakan sumber stres yang berdampak negative seperti
frustasi, kehilangan sesuatu yang dicintai, disebut stressor. Stressor dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan fisiologis (sirkulasi dan tekanan darah), gangguan
perhatian, pemecahan masalah,unjuk kerja, takut, marah, dan emosi yang
berlebihan.
D. Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang
a.
Penyimpangan perimer
Penyimpangan perimer adalah penyimpangan yang bersifat
temporer atau sementara dan hanya menguasai sebagian kecil kehidupan seseorang.
Menurut Edwin M. Lemerd yang berpendapat bahwa seseorang yang telah melakukan
penyimpangan tahap primer (pertama) lalu oleh masyarakat sudah diberikan cap
sebagai penyimpang, maka orang tersebut terdorong untuk melakukan penyimpangan
sekunder (tahap lanjut) denagn alas an “kepalang tanggung”.
Ciri-ciri penyimpangan primer antara lain:
1.
Bersifat sementara
2.
Gaya hidupnya tidak didominasi oleh prilaku
menyimpang
3.
Masyarakat masih mentolelir/menerima
b.
Penyimpangan sekunder
Penyimpangan sekunder adalah perbuatan yang dilakukan secara
khas dengan memperlihatkan perilaku menyimpang.
Ciri-ciri penyimpangan sekunder antara lain:
1.
Gaya hidup didominasi oleh perilaku menyimpang
2.
Masyarakat tidakbisa mentolelir
perilakumenyimpang tersebut.
c.
Penyimpangan individu
Penyimpangan individu adalah penyimpangan yang dilakukan
oleh seorang individu dengan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari
norma-norma yang berlaku. Contohnya pencurian yang dilakukan sendiri.
d.
Penyimpangan kelompok
Penyimpangan kelompok adalah penyimpangan yang dilakukan
secara berkelompok dengan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari
norma-norma masyarakat yang berlaku. Contohnya, geng kejahatan atau mafia.
e.
Penyimpangan situasional
Penumpangan jenis ini disebabkan oleh pengruh bermacam-macam
kekuatan situsional/sosial diluar individu dan memaksa individu tersebut untuk
berbuat menyipang. Contohnya, seorang suami mencuri karena melihat anak istrinya
kelaparan.
f.
Penyimpangan sistematika
Penyimpangan sistematika adalah suatu sistem tingkah laku
yang disertai organisasi sosial khusus, status formal, peranan-peranan,
nilai-nilai, norma-norma, dan moral tertentu yang semuanya berbeda dengan situasi
umum. Segala pikiran dan perbutan yang menyimpang itu kemudian dibenarkan oleh
semua anggota kelompok.
E. Contoh Perilaku Menyimpang
a.
Penyalahgunaan narkoba
Pada awalnya, sebagian narkotika dan obat-obatan terlarang
dipergunakan oleh kalangan dokter sebagai usaha untuk mengurangi rasa sakit
berlebihan yang dialami oleh pasien-pasiennya. Akan tetapi, obat-obat tersebut
akhirnya menjadi “obat terlarang” karena digunakan oleh orang-orang yang sehat
secara jasmani untuk mengurangi tingkat kesadaran dan memperoleh perasaan
nikmat meskipun sesaat. Obat terlarang seperti ecstacy pada mulanya dimaksudkan
untuk merangsang gerak orang-orang yang berpenyakit lumpuh, tetapi kemudian
dipakai untuk merangsang daya tahan tubuh.Istilah narkoba bukanlah istilah
kedokteran atau psikologi. Istilah itu, walaupun sering digunakan institusi
resmi (termasuk pemerintah) , bahkan digunakan dalam undang-undang, hanya
merupakan singkatan dari kata-kata “narkotika” dan “obat-obatan berbahaya”.
Dalam ilmu kedokteran narkotika dan obat-obat berbahaya justru sering digunakan
untuk tujuan pengobatan. Karena itu, yang berbahaya bukan narkoba itu sendiri,
melainkan penyalahgunaan narkoba untuk tujuan-tujuan lain diluar tujuan
kedokteran.
Istilah
“narkotika” berasal dari kata Yunani
“narkosis” yang dikemukakan oleh Bapak Ilmu Kedokteran, Hipokrates, untuk
zat-zat yang menimbulkan mati rasa atau rasa lumpuh. Dalam undang-undang AS,
yang dimaksud dengan narkotika adalah opium, variasi dari opium (kodein, heroin
atau awam menyebutnya “putau”), termasuk zat sintesis (morphin), dan
kokain (disebut juga “koka”). Marijuana
(awam: ganja), walaupun di Indonesia dilarang oleh undang-undang dan
digolongkan narkotika, baik dari sudut struktur kimia zat itu, maupun dari dampak
pemakaiannya (hanya menimbulkan ketergantungan, tidak mematikan). Belanda
adalah salah satu Negara yang melegalkan marijuana. LSD (inex, sabu-sabu) dan
obat-obat psikedelik lain yang member efek euphoria (perasaan senang, riang,
nyaman yang semu) juga bukan termasuk jenis narkotika, walaupun dampaknya lebih
serius daripada ganja (bias menimbulkan reaksi paranoid jika berhenti
menggunakannya). Di Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat dan beberapa Negara
lain, minuman keras (alcohol) juga dikontrol ketat karena dampaknya bias sangat
berbahaya (alcoholim) jika digunakan secara berlebihan atau dikonsumsi oleh
anak-anak di bawah umur. Di Indonesia walaupun ada undang-undang anti alcohol,
pengawasannya dalam praktik tidak terlalu ketat, karena dampak sosialnya tidak
segawat narkotika.
b.
Perkelahian pelajar
Perkelahian antar pelajar, sering disebut tawuran
antarpelajar, tawurn menjadi masalah yang cukup serius karena peserta tawuran
cenderung mengabaikan norma-norma yang ada melibatkan korban yang tidak
besalah, dan merusak benda-benda yang berada disekitarnya.
c.
Perilaku seksual diluar nikah
Mengenai perilaku seksual diluar nikah, sejak dulu manusia
telah membuat seperangkat tata nilai dan norma-norma, baik norma agama, adat
istiadat maupun hukum tertulis yang mengatur perilaku hubungan seksual agar
fungsi reproduksi manusia dapat berlangsung tanpa mengganggu ketertiban sosial.
F. Usaha Untuk Menanggulangi Perilaku Menyimpang
Penyimpangan tingkah laku siswa hendaknya hanya merugikan
dirinya sendiri, masa depannya akan tetapi juga mengganggu orang lain dan
menghancurkan harapan orang tua, sekolah dan bangsa. Oleh karena itu diperlukan
adanya tindakan nyata dari berbagai pihak untuk menanggulanginya. Usaha itu
dapat bersifat : pencegahan (preventif), pengentasan (creative) dan pembinaan
(corektive).
a.
Usaha Preventif
Usaha preventif adalah : usaha yang dilakukan secara
sistematis, berencana dan terarah kepada tujuan untuk menjaga agar tingkah laku
menyimpang itu tidak timbul. Usaha preventif lebih besar manfaatnya dari pada
usaha kuraktif. Berbagai usaha preventif dapat dilakukan yaitu:
·
Usaha di Rumah Tangga (Keluarga)
-
Menciptakan kehidupan rumah tangga yang
beragama. Artinya membuat suasana rumah tangga atau keluarga menjadi kehidupan
yang taat dan bertaqwa kepada Allah di dalam kegiatan sehari-hari.
-
Menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis
dimana keluarga, ayah, ibu, dan anak tidak terdapat pertentangan atau
percekcokan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan memberikan waktu luang
nuntuk berkumpul bersama dengan anak-anak terutama diwaktu makan bersama.
-
Adanya kesamaan norma-norma yang dipegang antara
ayah, ibu dan keluarga lainnya di rumah tangga dalam soal mengatur anak.
-
Memberikan kasih sayang secara wajar kepada
anak-anak. Tetapi janganpula kasih sayang ibu berlebihan karena akan berakibat
pada anak-anak menjadi manja.
-
Memberikan kasih sayang cukup terhadap kebutuhan
anak-anak. Dalam hal ini berarti menumbuhkan kewibawaan pada orang tua akan
menimbulkan sikap penurutan yang wajar pada anak.
-
Memberikan pengawasan secara wajar terhadap
pergaulan anak dilingkungan masyarakat.
·
Usaha di Sekolah
-
Guru hendaknya memahami aspek-aspek psikis murid
dengan memiliki ilmu-ilmu tertentu antara lain : psikologi perkembangan,
bimbingan dan penyuluhan, serta ilmu mengajar.
-
Mengintensifkan pelajaran agama dan mengadakan
tenaga guru agama yang ahli dan berwibawa serta mampu bergaul secara harmonis
dengan guru-guru umum lainnya.
-
Mengintensifkan bagian bimbingan dan penyuluhan
disekolah dengan jalan mengadakan tenaga ahli atau mengantar guru-guru untuk
mengolah bagian ini.
-
Adanya kesamaan norma-norma yang dipegang oleh
guru-guru. Hal ini akan menimbulkan kekompakan dalam membimbing murid-murid.
-
Melengkapi fasilitas pendidikan.
-
Perbaikan ekonomi guru yaitu menyelaraskan gaji
guru dengan kebutuhan hidup sehari-hari.
·
Usaha di Masyarakat
Masyarakat adalah tempat pendidikan ketiga sesudah rumah dan
sekolah ketiganya haruslah mempunyai keseragaman dalam mengarahkan anak untuk
tercapainya tujuan pendidikan. Apabila salah satu pincang maka yang lain akan
turut pincang pula.
b.
Usaha Kuratif
Usaha kuratif adalah usaha pencegahan terhadap gejala-gejala
tingkah laku menyimpang tersebut, agar kenakalan itu tidak meluas dan merugikan
masyarakat. Usaha kreatif secara formal dilakukan oleh Polri dan kejaksaan
negeri. Sebab jika terjadi surat kenakalan berarti sudah terjadi suatu
pelanggaran hukum yang dapat berakibat merugikan diri mereka dan masyarakat.
c.
Usaha Pembinaan
Usaha pembinaan yang dimaksud adalah Pembinaan terhadap anak
didik yang tidak melakukan kenakalan. Pada hal ini dilaksanakan pembinaan
dirumah, sekolah dan masyarakat. Pembinaan terhadap anak didik yang telah
mengalami tingkah laku menyimpang yang telah menjalani suatu hukuman karena
kenakalannya. Hal ini perlu dibina agar mereka tidak mengulangi lagi kenakalan
tersebut.
Pengalaman dapat diarahkan dalam beberapa aspek yaitu :
·
Pembinaan mental dan kepribadian beragama.
·
Pembinaan mental ideologi negara yaitu Pancasila.
·
Pembinaan kepribadian yang wajar untuk mencapai
pribadi yang stabil.
·
Pembinaan ilmu pengetahuan.
·
Pengembangan bakat-bakat khusus.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tingkah laku menyimpang merupakan tingkah laku yang
melanggar hukum, peraturan dan nilai yang berlaku di masyarakat yang dijunjung
tinggi, sehingga menimbulkan kehancuran bagi kehidupan remaja itu sendiri,
orang lain dan lingkungan alam sekitarnya.
Penyebab tingkah laku menyimpang adalah gangguan psikologi
atau kepribadian seperti: tidak merasa puas dengan kehidupan dirinya sendiri
karena potensi psikis maupun fisik yang tidak tersalurkan, nilai atau filsafat
hidup yang salah dan mengalami gangguan emosi karena berbagai sebab.
G. Saran
Dalam penyusunan makalah yang berjudul perilaku menyimpang ini
masih terdapat kekurangan baik dalam penyajiannya maupun teknis penyusunannya.
Oleh sebab itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun
senantiasa kami harapkan.
0 Komentar