Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Politik
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya
kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Kehidupan
Politik”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak
lupa mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan yang lebih
luas bagi pembacanya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
terdapat kelebihan dan kekurangannya sehingga kami mengharap kritik dan saran
yang dapat memperbaiki untuk penulisan makalah selanjutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah/filsafah
negara dan ideologi negara. Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur
pemerintahan dan mengatur penyelenggaraan negara. Pengertian Pancasila sebagai
dasar negara sesuai dengan pembukaan UUD 1945.
Pancasila dalam pengertian ini sering disebut sebagai
pandangan hidup/ pegangan hidup/ pedoman hidup/ petunjuk hidup. Dalam hai ini,
Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup atau perilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan kata lain,Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua
kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan masyarakat di segala bidang. Semua
tingkah laku dan perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan
pancaran dari semua sila Pancasila.
Dengan berpedoman pada nilai-nilai pancasila, apapun yang
diperoleh manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan akan sangat bermanfaat
untuk mencapai tujuan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
bertujuan untuk melaksanakan pembangunan nasional.
B.
RUMUSAN MASALAH
Peranan Pancasila Sebagai
Paradigma Kehidupan, terutama di bidang pembangunan kehidupan politik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
PARADIGMA PEMBANGUNAN
Istilah paradigma awalnya dipakai dalam bidang filsafat ilmu
pengetahuan. Pengertian paradigma menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
seperangkat unsur bahasa yang sebagian bersifat tetap dan yang sebagian
berubah-ubah. Paradigma juga diartikan sebagai gugusan system pemikiran.
Menurut seorang tokoh bernama Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan
istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh
suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang
apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan
demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang
harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab
dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui
persoalan tersebut. Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan
yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut. Dengan
suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang ilmuwan
dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di
bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum,
sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai
kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur,
parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu
dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari
sebuah kegiatan. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting
dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia, artinya nilai-nilai
dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur
segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini
sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Adapun pengertian dari pembangunan adalah proses perubahan
yang terus menerus menuju kemajuan dan perbaikan ke arah tujuan yang
dicita-citakan. Pembangunan juga bisa diartikan sebagai usaha bangsa untuk
meningkatkan mutu dan taraf hidup masyarakat sehingga menjadi lebih baik.
Pembangunan nasional merupakan perwujudan nyata dalam
meningkatkan harkat dan martabat manusia indonesia sesuai dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang
Dasar 1945 dengan rincian sebagai berikut:
·
Tujuan negara hukum formal, adalah melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia
·
Tujuan negara hukum material dalam hal ini
merupakan tujuan khusus atau nasional, adalah memajukan kesejahteraan umum,dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
·
Tujuan Internasional, adalah ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Yang perwujudanya terletak pada tatanan pergaulan masyarakat
internasional.
Pada hakikatnya, pembangunan nasional merupakan pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya, sehingga dalam
pelaksanaan pembangunan nasional diperlukan hal-hal berikut:
·
Adanya keselarasan, keserasian, keseimbangan
serta kebulatan yang utuh dalam seluruh kegiatan pembangunan
·
Pembangunan dilaksanakan secara bersama-sama
antara pemerintah dan masyarakat
·
Adanya pemerataan pembangunan untuk seluruh
mesyarakat dan seluruh wilayah tanah air
·
Objek maupun subjek pembangunan adalah seluruh
manusia dan masyarakat Indonesia, oleh karenanya pembangunan haruslah
berkepribadian Indonesia dan menghasilkan manusia-manusia maju yang memiliki
kepribadian Indonesia.
Pembangunan dilakukan
dengan tujuan meningkatkan mutu serta taraf hidup suatu masyarakat menjadi
lebih baik. Sehingga dalam pembangunan terdapat tiga proses, yaitu:
·
Emansipasi bangsa : yaitu usaha bangsa
melepaskan diri dari ketergantungan pada bangsa lain dengan tujuan agar dapat
berdiri sendiri dengan kekuatan sendiri.
·
Modernisasi : yaitu upaya untuk mencapai taraf
dan mutu kehidupan yang lebih baik.
·
Humanisasi : yaitu pembangunan untuk menciptakan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertaqwa kepada Tuhan YME,
cerdas dan terampil, berbudi pekerti yang luhur, sehat jasmani dan rohani,
disiplin, kritis terhadap lingkunagan, bertanggung jawab serta mampu membangun
dirinya dengan tujuan membangun bangsanya.
·
B.
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif berisi anggapan dasar, kerangka acuan,
keyakinan, acuan, serta pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan,
serta pemanfaatan hasil-hasil pembangunan nasional yang dijalankan di
Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa
Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Hal ini
sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia,
sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak
berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan
bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan. Sehingga dalam segala aspek
pembangunan nasional harus berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar
hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis.
Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
·
susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan
raga
·
sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus
sosial
·
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi
dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai
upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa,
raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional
sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas. Hasil maupun pelaksanaan
pembangunan tidak boleh bersifat pragmatis, yaitu hanya mementingkan kebutuhan
manusia, namun mengabaikan pertimbangan etis.
Untuk mencapai pembangunan seperti yang diharapkan diatas,
harus terpenuhi 3 syarat, yaitu:
·
Menghormati Hak Asasi Manusia artinya
pembangunan tidak mengorbankan manusia tetapi harus dapat meningkatkan harkat
dan martabat manusia,
·
Pembangunan harus dilaksanakan dengan
demokratis, artinya melibatkan masyarakat sebagai tujuan dari pembangunan untuk
mengambil keputusan apa yang menjadi kebutuhannya,
·
Pembangunan itu penciptaan taraf minimum
keadilan sosial, sehingga tidak terjadi kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan
yang terjadi bukan semata-mata karena kemalasan individu tetapi karena struktur
sosial yang tidak adil.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan
martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan
di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan,
meliputi:
·
bidang politik,
·
ilmu pengetahuan
·
ekonomi
·
sosial budaya
·
pertahanan keamanan
·
agama
C.
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
KEHIDUPAN POLITIK
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan
sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila
bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan
harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari
manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat.
Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik
Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi
bukan otoriter Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan
atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila).
Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan
pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara
berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan,
moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara
dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik
yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik
diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita
bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila.
Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
·
·
Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik,
budaya, agama, dan ekonomi dalam
kehidupan sehari-hari;
·
Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi)
bilamana dalam pengambilan keputusan;
·
Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan
prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;
·
Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan
pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
·
Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial,
demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber
pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini,
implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga
(civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik,
agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial.
Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru
masyarakat informasi adalah:
·
nilai toleransi;
·
nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
·
nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai
dengan kata);
·
bermoral berdasarkan konsensus.
D.
PERANAN PANCASILA DALAM REFORMASI POLITIK
a.
Pancasila sebagai Paradigma reformasi politik
Landasan aksiologi (sumber nilai) bagi sistem politik
Indonesia adalah sebagaimana terkandung dalam Deklarasi Bangsa Indonesia yaitu pembukaan
UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “…..maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Nilai demokrasi politik yang terkandung dalam Pancasila
merupakan fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara
kita dalam kenyataanya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerohanian
berdasarkan nilai-nilai tersebut, dan pada realisasinya baik pada masa orde
lama maupun orde baru negara lebih mengarah pada praktek otoritarianisme yang
mengarah pada porsi kekuasaan yang terbesar kepada presiden. Nilai demokrasi
politik tersebut secara normatif terjabar dalam pasal-pasal UUD 1945 yaitu pasal
1 ayat 2 menyatakan :
“ kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan
sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakyat”
Pasal 2 ayat 2 menyatakan,
“ Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas
anggota-anggota dewan paerwakilan rakyat, ditambah utusan dari daerah dan
golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang”
Pasal 5 ayat 1 menyatakan,
“Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”
Pasal 6 ayat 2 menyatakan,
“ Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak “
Adapun esensi dari pasal-pasal tersebut berdasarkan UUD 1945
adalah :
·
Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi
dalam Negara
·
Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh MPR
·
Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR,
dan bertanggung jawab kepada MPR
·
Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh
presiden baik sendiri maupun bersama dengan lembaga lain, kekuatanya berada
dibawah MPR atau produk-produknya.
Perlu diketahui pula bahwa rakyat adalah asal mula kekuatan
negara, oleh sebab itu paradigma ini merupakan dasar pijak dalam reformasi
politik. Dan reformasi politik atas sistem politik harus melalui Undang-undang
yang mengatur sistem politik tersebut, dengan tetap mendasarkan pada paradigma
nilai-nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
v
Susunan Keanggotaan MPR
Untuk melakukan suatu perubahan terhadap susunan keanggotaan
MPR, DPR dan DPRD , terlebih dahulu harus melakukan reformasi terhadap
peraturan perundang-undangan yang merupakan dasar acuan penyusunan keanggotaan
MPR DPR. Susunan MPR yang termuat dalam Undang-undang politik no.2/1985
dianggap tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila bahwa kedaulatan adalah
ditangan rakyat seperti yang tertuang dalam semangat UUD 1945. maka dari itu
rakyat bertekad melakukan reformasi dengan mengubah sistem politik tersebut
melalui sidang istimewa MPR tahun 1998 yang kemudian dituangkan dalam UU
Politik tahun 1999, adapun perubahan yang telah dilakukan antara lain pasal 2
ayat 2 yang menyatakan bahwa :
1) Jumlah anggota
MPR sebanyak 700 orang
2) Jumlah anggota
DPR hasil Pemilu sebanyak 500 orang
3) Utusan Daerah
sebanyak 135 orang, yaitu 5 orang dari setiap Daerah Tingkat 1
4) Utusan Golongan
sebanyak 65 orang
Kemudian perubahan yang mendasar berikutnya pasal 2 ayat 3
yaitu utusan daerah dipilih oleh DPR. Dan DPR dipilih berdasarkan hasil pemilu
yang bersifat demokratis.
v
Susunan Keanggotaan DPR
Perubahan keanggotaan DPR tertuang dalam UU no.4 pasal 11
adalah sebagai berikut :
1) Pasal 4 ayat 2
menyatakan keanggotaan DPR terdiri atas,
· anggota
partai politik hasil pemilu
· anggota ABRI
yang diangkat
2) Pasal 11 ayat
3 menjelaskan,
· anggota
partai hasil pemilu sebanyak 462 orang\
· anggota ABRI
yang diangkat sebanyak 38 orang
namun berkaitan dengan keanggotaan ABRI di DPR masih ada
sebagian masyarakat yang menolak, akhirnya berdasarkan sidang istimewa MPR
tahun 1998 anggota ABRI dikurangi secara bertahap. hal ini berdasar pada
pertimbangan dan hasil musyawarah masih perlu partisipasi ABRI dalam sistem
demokrasi demi persatuan dan kesatuan bangsa.
v
Susunan Keanggotaan DPRD Tingkat 1
Susunan Keanggotaan DPRD Tingkat I yang tertuang dalam UU Politik
no.4 tahun 1999, sebagai berikut :
a) Pasal 18 ayat
1 bahwa pengisian anggota DPRD Tingkat I dilakukan melalui Pemilu dan
pengangkatan
b) Pasal 18 ayat
2 menyatakan bahwa DPRD I terdiri atas anggota partai politik hasil pemilihan
umum, dan anggota ABRI yang diangkat
c) Pasal 18 ayat
3 menyatakan jumlah anggota DPRD I ditetapkan sekurang-kurangnya 45 orang dan
sebanyak-banyaknya 100 orang
termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.
v
Susunan Keanggotaan DPRD II
Susunan keanggotaan DPRD II yang tertuang dalam UU Politik
No. 4 Tahun 1999 adalah :
a) Pasal 25 ayat
1, menyatakan pengisian anggota DPRD II dilakukan berdasar pada hasil Pemilu
dan pengangkatan
b) Pasal 25 ayat
2 menyatakan, DRPD II terdiri atas anggota partai politik hasil Pemilu, dan
anggota ABRI yang diangkat
c) Pasal 25 ayat
3 menyatakan, jumlah anggota DPRD II ditetapkan sekurang-kurangnya 20 orang dan
sebanyak-banyaknya 45 orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat
Demikian perubahan atas UU tentang susunan Anggota MPR, DPR,
dan DPRD yang diharapkan mencerminkan nilai kerakyatan sebagaimana terkandung
dalam sila keempat Pancasila yang merupakan Paradigma demokrasi.
b.
Reformasi Partai Politik
Dalam UU Politik no.3 tahun 1975, Jo UU No.3 tahun 1985
ditentukan bahwa partai politik dan golongan karya hanya meliputi 3 macam,
yaitu, Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi
Indonesia, ketentuan ini tidak mencerminkan nilai kerakyatan sebagaimana
terkandung dalam sila keempat Pancasila, dan tidak sesuai pula dengan semangat
UUD 1945 pasal 28, serta hakikat nilai Pancasila yang bermakna keaneka ragaman
akan tetapi tetap satu kesatuan. Dalam mengatur adanya partai politik tertuang
dalam UU no.2 tahun 1999 tentang partai politik yang lebih demokratis dan
memberikan kebebasan serta keleluasaan untuk menyalurkan aspirasinya. Adapun
ketentuanya adalh sebagai berikut:
a) Pancasila
sebagai dasar negara dari NKRI dalam anggaran dasar partai
b) Asas atau
ciri, aspirasi dan program partai politik tidak bertentangan dengan pancasila
c) Keanggotaan
partai politik bersifat terbuka untuk setiap warga negara Republik Indonesia
yang telah mempunyai hak pilih
d) Partai politik
tidak boleh menggunakan nama atau lambang yang sama dengan lambang negara
asing, bendera kesatuan RI sang merah putih, bendera negara asing gambar
perorangan dan nama serta lambang partai lain yang telah ada.
Atas ketentuan UU tersebut maka semakin banyak partai-partai
politik baru yang hingga saat ini mencapai 114 partai politik, namun pada
kenyataanya, yang memenuhi syarat untuk mengikuti pemilu hanya 48 partai
politik. Dan partai itulah yang ikut dalam pemilu tahun 1999. dalam pelaksanaan
pemilu juga dilakukan adanya perubahan yang diatur dalam UU no. 3 tahun 1999
tentang pemilu, yang berisi tentang kejujuran, keadilan, langsung, umum, bebas,
dan rahasia. Dan untuk penyelenggaraan pemilu dilakukan oleh Komisi Pemilihan
Umum (KPU) yang bebas dan mandiri, yang terdiri atas unsur-unsur partai politik
peserta pemilu dan unsur pemerintah yang bertanggung jawab terhadap Presiden.
Dengan adanya ketentuan UU tersebut sistemik pelaksanaan Pemilu tahun 1999 akan
bersifat demokratis, bahkan ditambah dengan adanya kebebasan untuk membentuk
pemantau Pemilu baik dari dalam maupun luar negeri.
c.
Reformasi atas Kehidupan Politik
Untuk mencapai kehidupan politik yang benar-benar demokratis
maka harus dilakukan dengan cara Revitalisasi politik yaitu dengan
mengembalikan Pancasila pada kedudukan serta fungsi yang sebenarnya seperti
yang tertuang pada UUD 1945.
E.
PERWUJUDAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM
PEMBANGUNAN KEHIDUPAN POLITIK
·
Sistem politik Negara harus berdasarkan pada
tuntutan hak dasar kemanusiaan. Oleh karenanya, sistem politik yang berlaku
dalam negara harus mampu mewujudkan sistem yang menjamin tegaknya HAM.
·
Para penyelenggara negara beserta elit politik
harus senantiasa memegang budi pekerti kemanusiaan, serta memegang teguh
cita-cita moral rakyat Indonesia
·
Memposisikan rakyat Indonesia sebagai subjek
dalam kehidupan politik dan tidak hanya sekedar menjadikannya sebagai objek
politik penguasa semata
·
Mewujudkan tujuan Negara demi meningkatkan
harkat dan martabat manusia Indonesia
·
Mencerdaskan rakyat dan memahami politik, tidak
hanya menjadikan rakyat sebagai sarana mencapai tujuan pribadi ataupun
golongan.
·
Amanah dalam menjalankan amanat rakyat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila harus mampu menyesuaikan
diridengan zaman. Tetapi tidak berarti bahwa nilai dasar Pancasila dapat
diganti dengan nilai dasar lain. Dengan meniadakan jati diri bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi terbuka mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar
Pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia
dan tuntutan perkembangan zaman secara kreatif, dengan memperhatikan tingkat
kebutuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia sendiri.
Pancasila harus memberikan orientasi ke depan, mengharuskan
bangsa Indonesia untuk selalu menyadari situasi kehidupan yang sedang dan akan
dihadapinya, terutama menghadapai globalisasi dan keterbukaan. Ideologi
Pancasila menghendaki agar bangsa Indonesia tetap bertahan dalam jiwa dan
budaya bangsa Indonesia dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan merupakan suatu
sumber nilai, model, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan
pembangunan. Yang meliputi pembangunan politik, IPTEK, pengembangan bidang
politik, poembangunan ekonomi, pembangunan social budaya, pengembangan hankam,
pembangunan pertahanan keamanan, dan sebagai reformsi, baik itu reformasi hukum
ataupun reformasi politik. Semuanya ditujukan untuk membuat menjadikan bangsa
yang semakin berkembang dan masyarakat yang semakin mapan.
Pancasila sebagai jati diri yang berarti betul-betul ada,
terjadi atau sesungguhnya. Sehingga terbentuklah aktualisasi objektif dan
subjektif. Aktualisasi Pancasila yang objektif adalah pelaksanaan Pancasila
dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik di
bidang legislatif, eksekutif, yudikatif maupun semua bidang kenegaraan lainnya.
Aktualisasi Pancasila yang subyektif adalah pelaksanaan dalam sikap pribadi,
perorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap
penguasa, dan setiap orang Indonesia.
Aktualisasi diripun meliputi mencakup dalam tridarma
perguruan tinggi, budaya akademik dan lingkungan kampus sebagai moral force
pengembangan hukum dan HAM. Yang mencerminkan bahwa aktualisasi diri itupun
benar-benar ada dan terjadi disekitar kita.
B.
SARAN
Saya
sebagai manusia biasa pasti tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan, jadi
diharapkan bagi guru pembimbing dan para pembaca untuk memberikan kritik dan
saran kepada saya benahi agar lebih baik dimasa yang akan datang.
0 Komentar